Headlines News :
Home » , » Cerpen Terpasung Dalam Duka

Cerpen Terpasung Dalam Duka

Written By MTs Rifa'iyah Wonokerto I Ponpes Faidlul Qodir I on Minggu, 25 November 2012 | 11/25/2012 11:58:00 PM

Di kesejukan subuh tiba. Terlihat burung berbaris berduyun-duyun menjelajahi panorama. Dari lorong jalan terdengar alunan Syahdu Muazzin mengemakan kalimat takbir membisikkan seribu telingga  dilorong. semilir angin sejuk menerpa dedaun-daunan sehingga tampak bergoyang-goyang. Sesaat kemudian matahari akan mulai muncul dikompas ufuk timur menebarkan cahaya ke pertiwi alam suci berdampingan tersorotnya mentari yang menghiasi indahnya duniawi. Rifa bangun dari tidurnya menghampiri masjid untuk shalat berjama’ah. dijalan, badai sejuk menerpa Rifa dalam kesunyian yang tak tertahankan. Rifai menuai dan merenungkan kepada yang terjadi pada dirinya. kepada Allah.
            “Ya Allah, Betapa nikmat yang engkau berikan kepadaku, walau tak dapat menyenangkan dilubuk hatiku. Tetapi senantiasa, itu adalah nikmat karuniamu yang tak tertemukan oleh manusia jelata, hambamu yang tengah hidupnya bagaikan pengemis pintaan dari segala kekuasaanmu. Gumam Rifa terpaku, berdiri ditepi jalan tak bisa melangkah dari telapak kakinya. Badai angin sejuk terhembus ribut menerpa badan Rifa dengan penuh  kedinginan. Kala itu Rifa melangkah sedikit demi sedikit menelusuri masjid dengan menggigil kedinginan disekujur tubuhnya. Iqamah terdengar syahdu dari sudut tujuan langkah Rifa. Kesadaran Rifa terus tertuju kepada rahmat illahi. Ia maju demi langkah kakinya, tertiti dijalan kebenaran, menuju jalur mardhotillah ke masjid tua. Tibanya di masjid, Rifa. Termenung, menumpah raga, beranjak ke kolam mandi. mengambil air wudlu untuk menyucikan seluruh kehinaan diwajah yang penuh lumpuran dosa. Setelah itu Rifa beranjak pergi melangkah, mendekat ke barisan shof. 
Angin semilir sejuk, yang terus berombak memecah debu-debu yang terhampar luas diperbaringan. “Allahu Akbar”. Alunan takbir Imam, menembus dikatup telingaku. Rifa hendak mengerakkan tangannya memuji kebesarannya.
            Rifa termenung, teringat kepada sang maha pencipta dengan hati yang khusyu dan merendahkan seluruh sukmanya, meniti ke jalur Illahi. Seiring takbir mengema kembali. Rifa tergilas oleh keingatan dosa-dosa yang tlah lama berlalu dilubuk hatinya. Tangisan Rifa menderu-deru diqalbunya. “Assalamu’alaikum warahmatullah 2X. salam Rifa ketika Imam mengakhiri shalatnya. Ia merintih dengan gemetar, akan dosa-dosa yang tlah lalu. “Wahai Sang Maha Pencipta Alam. “Apa engkau sudi, turut dengan do’a-do’aku ini, “Apakah engkau turut bisa menerima permohonan dan ampunan yang aku dambakan kepadamu. “Ya Allah, semoga engkau teringat akan do’a-do’aku ini”. Pintanya merintih kedukaan yang tak terselimuti kebanggaan. Hanya duri-duri yang mengelupas ditepi sudut jantungku.
            Rifa melangkah meninggalkan masjid tua. Dijalan kembali menyejuk, merangkai disekujur tubuh Rifa. “Wahai Allah”. “Bagaimana aku harus bayar hutang-hutang nikmatmu yang tak terhitung olehku.” “Ya Allah. Tunjukkan diriku kelangkah-langkah yang engkau ridlokan”. Gumannya didalam hati sambil menyelimuti tubuhnya dengan sarong. Jejak-jejak langkah telapak kaki Rifa terhanyut oleh hamparan debu yang mendebur-debur. Rifa menatap kesamping kiri dan kanan memandang sekitar rata, warna alam yang mulai tampak terang. Suara gaduh, keributan rumputan yang mendesau disertai gema alunan nada jangkrik yang mulai membisu. Tatkala matahari nampak dari ufuk timur raya diiringi burung yang mengembara, menyambut suasana cerah dipagi yang akan segera tiba, dan kokok ayam dari kejauhan sudut, menyongsong selamat datang buat hari ini. Semoga jangan semula seperti dihari lalu.
            Rifa menyambut keesokan yang hangat sambil memandangi disekitar tanaman pekarangan rumahnya yang kini sunyi tak terawat. Ayahnya dan Ibunya Rifa sudah meninggal, sejak Rifa masih kanak-kanak. Hanya ada satu teman untuk hidupnya, yaitu neneknya yang kini masih sakit, terbaring dikamar tidur. Rifa segera beranjak menengok neneknya dikamar tidur.
            “Bagaimana sekarang penyakit nenek? Ucap Rifa ingin menyentuh tangannya, tetapi tak kuasa. Ia hanya mengalirkan embun sejuk dimatanya yang menetes ditangan neneknya.
            “Sudahlah Rif, kayaknya nenekmu beberapa menit lagi akan menemui tuhannya untuk dipersidangkan hasil amalan-amalanku sewaktu nenek masih bisa memandang alam ciptaan Al Khaliq. Ujar Nenek dengan nafas sesak.
            “Jangan begitu nek, tuhan itu yang menentukan kematian, bukannya nenek. Katanya sambil menatap ke wajah nenek yang semakin pucat.
            “Benar kamu Rif, tetapi ku sudah mengerti. Bahwa hari ini langkahan malaikat sudah segera akan tiba dihadapanku untuk membawa ruh suci nenek. Kata Nenek teringat kematiannya.
            “Jangan berkata begitu nek, jangan tinggalkan Rifa sendirian dirumah ini. Rifa khawatir nek”. Jawab Rifa terpasung dalam duka di kalbu hatinya.
Demi detik bergilir detik, demi menit bergilir menit. Nenek melihat warna jubah putih yang berwujud bentuk manusia dan memancarkan cahaya disambut oleh badai dari luar yang amat keras. Pintu-pintu terbuka sendiri. Suara keras jendela memecah, menembus dikatup Rifa dengan rasa ketakutan.
Dua malaikat membawa ruh nenek tua itu. Rifa menatap neneknya yang sudah bisu dengan berteriak disertai duka yang menusuk dijantungnya. “Neeneeeeeeeeeeek”. Suara Rifa histeris menjelajahi ke sudut-sudut panorama alam yang dibawa kelana oleh angin. Rifa terpasung, berdiri termenung. Membayangkan kemana dirinya bisa hidup tanpa ada satu teman keluarganya. Kakak Rifa sudah meninggal dunia akibat kecelakaan sewaktu ingin mengunjungi ke rumah karib kerabatnya.
Rifa masih menangis terisak-isak menemani neneknya yang sudah menjadi patung yang membisu diperbaringan. Kemudian ia mengendalikan duka yang menempel dikalbunya. Rifa mengurusi mayatnya dengan aturan yang rifa ingat didalam ajaran dan dakwah kiai, sewaktu Rifa dipondokkan oleh ayahnya. Rumah Rifa berada ditengah-tengah alas rimba, tak punya tetangga untuk saling bersosialisasi. Kemudian Rifa membawa mayat neneknya, untuk dikuburkan dekat makam orang-orang dahulu. yang sangat jauh jarak perjalanannya dari rumah Rifa. Rifa membawanya dsertai air duka yang terus mengalir dari matanya, membekas diliang tanah berubah wujud menjadi jejak-jejak rintikan.
Sampainya disana. Rifa menguburkan mayat jenazah neneknya dengan kerja tangan sendiri. Setelah mayatnya terkubur. Rifa menebarkan mutiara do’a disekeliling gundukan kuburan neneknya dan menyirami air bunga yang harum diatas gundukan tanah yang membentuk seperti bukit kecil itu. Rifa merenungkan seluruh sosok keluarganya yang masih bersamanya. “Alangkah nikmatnya, bila keluargaku kembali hidup seperti kehidupan semulanya, tapi mungkin tuhan tak mengharapkan pintaku yang penuh khayalan jenaka ini. Ucap Rifa sambil merenungkan nasib dibatinnya. Angin bersemilir disertai suara gesekan pohon pinus. Debu mengepul dan bunga kamboja bertebaran diterpa angin yang amat keras.
Rifa pulang dengan langkahan yang bermakna, setiap satu langkah kaki menjulurkan kedepan, Rifa selalu mengucapkan kalimat tahmid satu kali, disertai do’a dibatinnya. Sampainya ia tiba didepan rumahnya yang kini sunyi bagaikan dalam lubung bumi. Burung-burung terbang kesana-kemari merancap ditangkai batang pohon-pohon. Sesampainya didekat pintu Rifa merasakan suasana kesunyian. Kemudian Rifa membuka pintu rumahnya dengan suara yang agak keras. “Krreeeeeeet”. Rifa duduk bersimpuh dikursi, melamun, membayangkan nasibnya yang bergejolak dihatinya. Ia membayangkan langkah kemana hidupnya. Keluarganya sudah tiada lagi, hanya bekas-bekas pakainan ayah dan ibunya dilemari dan buku-buku milik kakaknya serta cincin ibunya yang berserakan di almarinya. Ia memasrahkan hidupnya kepada Allah SWT, sambil terus ingin bekerja seperti waktu mencukupi kehidupan neneknya, pergi mencari buah-buhan dan binatang yang halal dialas rimba dengan alat-alat yang terbuat dari kayu pinus yang dilancipi dengan pisau. guna menempuh masa-masa hidupnya untuk kebutuhan sehari-hari.

A. Kalamullah
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website |
Copyright © 2012 - 2013. MTs Rifa'iyah Wonokerto I Ponpes Faidlul Qodir I - All Rights Reserved
Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang